BAB I
PENDAHULUAN
A.
LatarBelakang
Kehidupan manusia di dalam masyarakat,
memiliki peranan penting dalam sistem politik suatu negara. Manusia dalam
kedudukannya sebagai makhluk sosial, senantiasa akan berinteraksi dengan
manusia lain dalam upaya mewujudkan kebutuhan hidupnya. Kebutuhan hidup manusia
tidak cukup yang bersifat dasar, seperti makan, minum, biologis, pakaian dan
papan (rumah). Lebih dari itu, juga mencakup kebutuhan akan pengakuan
eksistensi diri dan penghargaan dari orang lain dalam bentuk pujian, pemberian
upah kerja, status sebagai anggota masyarakat, anggota suatu partai politik
tertentu dan sebagainya.
Setiap warga negara, dalam
kesehariannya hampir selalu bersentuhan dengan aspek-aspek politik praktis baik
yang bersimbol maupun tidak. Dalam proses pelaksanaannya dapat terjadi secara
langsung atau tidak langsung dengan praktik-praktik politik. Jika secara tidak
langsung, hal ini sebatas mendengar informasi, atau berita-berita tentang
peristiwa politik yang terjadi. Dan jika seraca langsung, berarti orang
tersebut terlibat dalam peristiwa politik tertentu.
Kehidupan politik yang merupakan bagian dari keseharian
dalam interaksi antar warga negara dengan pemerintah, dan institusi-institusi
di luar pemerintah (non-formal), telah menghasilkan dan membentuk variasi
pendapat, pandangan dan pengetahuan tentang praktik-praktik perilaku politik
dalam semua sistem politik. Oleh karena itu, seringkali kita bisa melihat dan
mengukur pengetahuan-pengetahuan, perasaan dan sikap warga negara terhadap
negaranya, pemerintahnya, pemimpim politik dan lai-lain.
Budaya politik, merupakan bagian dari
kebudayaan masyarakat dengan ciri-ciri yang lebih khas. Istilah budaya politik
meliputi masalah legitimasi, pengaturan kekuasaan, proses pembuatan kebijakan
pemerintah, kegiatan partai-partai politik, perilaku aparat negara, serta
gejolak masyarakat terhadap kekuasaan yang memerintah.
Kegiatan politik juga memasuki dunia
keagamaan, kegiatan ekonomi dan sosial, kehidupan pribadi dan sosial secara
luas. Dengan demikian, budaya politik langsung mempengaruhi kehidupan politik
dan menentukan keputusan nasional yang menyangkut pola pengalokasian
sumber-sumber masyarakat.
B. Rumusan Masalah
Melihatdarilatarbelakangmasalahsertamemahamipembahasannyamakapenulisdapatmemberikanbatasan-batasanpada
:
1.Pengertian Budaya Politik.
2.Budaya Politik Yang Berkembang Dalam Masyarakat
indonesia.
3.Pentingnya Sosialisasi Pengembangan Budaya Politik.
4.Peran Serta Budaya Politik Partisipan.
C. Manfaat
1.
Mengetahui pengertian budaya politik.
2.
Mengetahui budaya politik yang
berkembang dalam masyarakat Indonesia.
3.
Mengetahui pentingnya
sosialisasipengembangan budaya politik.
4.
Mengetahui peran serta budaya politik
partisipan.
5.
Memenuhi tugas mata pelajaran Pkn.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PengertianBudayaPolitik
1. Pengertian Budaya Politik
Budaya politik merupakan sistem nilai dan keyakinan yang
dimiliki bersama oleh masyarakat. Namun, setiap unsur masyarakat berbeda pula
budaya politiknya, seperti antara masyarakat umum dengan para elitenya. Seperti
juga di Indonesia, menurut Benedict R.
O’G Anderson, kebudayaan Indonesia cenderung membagi secara tajam antara
kelompok elite dengan kelompok massa.
Almond dan Verba mendefinisikan budaya politik
sebagai suatu sikap orientasi yang khas warga negara terhadap sistem politik
dan aneka ragam bagiannya, dan sikap terhadap peranan warga negara yang ada di
dalam sistem itu. Dengan kata lain, bagaimana distribusi pola-pola orientasi
khusus menuju tujuan politik diantara masyarakat bangsa itu. Lebih jauh mereka
menyatakan, bahwa warga negara senantiasa mengidentifikasikan diri mereka
dengan simbol-simbol dan lembaga kenegaraan berdasarkan orientasi yang mereka
miliki. Dengan orientasi itu pula mereka menilai serta mempertanyakan tempat
dan peranan mereka di dalam sistem politik.
Berikut ini
adalah beberapa pengertian budaya politik yang dapat dijadikan sebagai pedoman
untuk lebih memahami secara teoritis sebagai berikut:
a. Budaya politik
adalah aspek politik dari nilai-nilai yang terdiri atas pengetahuan, adat
istiadat, tahayul, dan mitos. Kesemuanya dikenal dan diakui oleh sebagian besar
masyarakat. Budaya politik tersebut memberikan rasional untuk menolak
atau menerima nilai-nilai dan norma lain.
b. Budaya politik
dapat dilihat dari aspek doktrin dan aspek generiknya. Yang pertama menekankan
pada isi atau materi, seperti sosialisme, demokrasi, atau nasionalisme. Yang
kedua (aspek generik) menganalisis bentuk, peranan, dan ciri-ciri budaya
politik, seperti militan, utopis, terbuka, atau tertutup.
c. Hakikat dan
ciri budaya politik yang menyangkut masalah nilai-nilai adalah prinsip dasar
yang melandasi suatu pandangan hidup yang berhubungan dengan masalah tujuan.
d. Bentuk budaya
politik menyangkut sikap dan norma, yaitu sikap terbuka dan tertutup, tingkat
militansi seseorang terhadap orang lain dalam pergaulan masyarakat. Pola
kepemimpinan (konformitas atau mendorong inisiatif kebebasan), sikap terhadap
mobilitas (mempertahankan status quo atau mendorong mobilitas), prioritas
kebijakan (menekankan ekonomi atau politik).
e. Dengan
pengertian budaya politik di atas, nampaknya membawa kita pada suatu pemahaman
konsep yang memadukan dua tingkat orientasi politik, yaitu sistem dan individu.
Dengan orientasi yang bersifat individual ini, tidaklah berarti bahwa dalam
memandang sistem politiknya kita menganggap masyarakat akan cenderung bergerak
ke arah individualisme. Jauh dari anggapan yang demikian, pandangan ini melihat
aspek individu dalam orientasi politik hanya sebagai pengakuan akan adanya
fenomena dalam masyarakat secara keseluruhan tidak dapat melepaskan diri dari
orientasi individual.
B. Pengertian Budaya Politik Menurut Para Ahli
Terdapat banyak sarjana ilmu politik
yang telah mengkaji tema budaya politik, sehingga terdapat variasi konsep
tentang budaya politik yang kita ketahui. Namun bila diamati dan dikaji lebih
jauh, tentang derajat perbedaan konsep tersebut tidaklah begitu besar, sehingga
tetap dalam satu pemahaman dan rambu-rambu yang sama. Berikut ini merupakan
pengertian dari beberapa ahli ilmu politik tentang budaya politik.
1.
Rusadi
Sumaputra
Budaya politik
tidak lain adalah pola tingkah laku individu dan orientasinya terhadap
kehidupan politik yang dihayati oleh para anggota suatu sistem politik.
2.
Sidney Verba
Budaya politik
adalah suatu sistem kepercayaan empirik, simbol-simbol ekspresif dan
nilai-nilai yang menegaskan suatu situasi dimana tindakan politik dilakukan.
3. Alan R. Ball
Budaya politik
adalah suatu susunan yang terdiri dari sikap, kepercayaan, emosi dan
nilai-nilai masyarakat yang berhubungan dengan sistem politik dan isu-isu
politik.
4.
Austin Ranney
Budaya politik
adalah seperangkat pandangan-pandangan tentang politik dan pemerintahan yang
dipegang secara bersama-sama; sebuah pola orientasi-orientasi terhadap
objek-objek politik.
5. Gabriel A. Almond dan G. Bingham Powell, Jr.
Budaya politik
berisikan sikap, keyakinan, nilai dan keterampilan yang berlaku bagi seluruh
populasi, juga kecenderungan dan pola-pola khusus yang terdapat pada
bagian-bagian tertentu dari populasi.
Berdasarkan beberapa pengertian
tersebut diatas (dalam arti umum atau menurut para ahli), maka dapat ditarik
beberapa batasan konseptual tentang budaya politik sebagai berikut :
Pertama : bahwa konsep budaya politik lebih
mengedepankan aspek-aspek non-perilaku aktual berupa tindakan, tetapi lebih
menekankan pada berbagai perilaku non-aktual seperti orientasi,
sikap, nilai-nilai dan kepercayaan-kepercayaan. Hal inilah yang
menyebabkan Gabriel A.
Almond memandang bahwa budaya politik adalah dimensi psikologis
darisebuah sistem politik yang juga memiliki peranan penting berjalannya sebuah
sistem politik.
Kedua : hal-hal yang diorientasikan dalam
budaya politik adalah sistem politik, artinya setiap berbicara budaya politik
maka tidak akan lepas dari pembicaraan sistem politik. Hal-hal yang
diorientasikan dalam sistem politik, yaitu setiap komponen-komponen yang
terdiri dari komponen-komponen struktur dan fungsi dalam sistem politik.
Seseorang akan memiliki orientasi yang berbeda terhadap sistem politik, dengan
melihat fokus yang diorientasikan, apakah dalam tataran struktur politik, fungsi-fungsi
dari struktur politik, dan gabungan dari keduanya. Misal orientasi politik
terhadap lembaga politik terhadap lembaga legislatif, eksekutif dan sebagainya.
Ketiga : budaya politik merupakan deskripsi
konseptual yang menggambarkan komponen-komponen budaya politik dalam tataran
masif (dalam jumlah besar), atau mendeskripsikan masyarakat di suatu negara
atau wilayah, bukan per-individu. Hal ini berkaitan dengan pemahaman,
bahwa budaya politik merupakan refleksi perilaku warga negara secara massal yang
memiliki peran besar bagi terciptanya sistem politik yang ideal.
1. Komponen-Komponen Budaya Politik
Seperti dikatakan oleh Gabriel A. Almond dan G. Bingham Powell, Jr., bahwa budaya politik merupakan dimensi
psikologis dalam suatu sistem politik. Maksud dari pernyataan ini menurut Ranney, adalah karena budaya politik
menjadi satu lingkungan psikologis, bagi terselenggaranya konflik-konflik
politik (dinamika politik) dan terjadinya proses pembuatan kebijakan politik.
Sebagai suatu lingkungan psikologis, maka komponen-komponen berisikan
unsur-unsur psikis dalam diri masyarakat yang terkategori menjadi beberapa
unsur.
Menurut Ranney,
terdapat dua komponen utama dari budaya politik, yaitu orientasi kognitif (cognitive
orientations) dan orientasi afektif (affective oreintatations).
Sementara itu, Almond dan Verba
dengan lebih komprehensif mengacu pada apa yang dirumuskan Parsons dan Shils
tentang klasifikasi tipe-tipe orientasi, bahwa budaya politik mengandung tiga
komponen obyek politik sebagai berikut.
Orientasi
kognitif: yaitu berupa pengetahuan tentang dan kepercayaan
pada politik, peranan dan segala kewajibannya serta input dan outputnya.
Orientasi
afektif : yaitu perasaan terhadap sistem politik, peranannya,
para aktor dan pe-nampilannya.
Orientasi
evaluatif : yaitu keputusan dan pendapat tentang obyek-obyek
politik yang secara tipikal melibatkan standar nilai dan kriteria dengan
informasi dan perasaan.
2. Proses Sosialisasi Politik
Perkembangan sosiologi politik diawali pada masa
kanak-kanak atau remaja. Hasil riset David
Easton dan Robert Hess mengemukakan
bahwa di Amerika Serikat, belajar politik dimulai pada usia tiga tahun dan
menjadi mantap pada usia tujuh tahun. Tahap lebih awal dari belajar politik
mencakup perkembangan dari ikatan-ikatan lingkungan,, seperti “keterikatan
kepada sekolah-sekolah mereka“, bahwa mereka berdiam di suatu daerah
tertentu. Anak muda itu mempunyai kepercayaan pada keindahan negerinva,
kebaikan serta kebersihan rakyatnya. Manifestasi ini diikuti oleh simbol-simbol
otoritas umum, seperti agen polisi, presiden, dan bendera nasional. Pada usia
sembilan dan sepuluh tahun timbul kesadaran akan konsep yang lebih abstrak,
seperti pemberian suara, demokrasi, kebebasan sipil, dan peranan warga negara
dalam sistem politik.
Peranan
keluarga dalam sosialisasi politik sangat penting. Menurut Easton dan Hess, anak-anak mempunyai gambaran yang sama mengenai ayahnya dan
presiden selama bertahun-tahun di sekolah awal. Keduanya dianggap sebagai tokoh
kekuasaan. Easton dan Dennis mengutarakan ada 11 (sebelas)
tahap dalam proses sosialisasi politik dari anak, yaitu sebagai berikut.
a.
Pengenalan otoritas melalui individu
tertentu, seperti orang tua anak, presiden dan polisi.
b.
Perkembangan pembedaan antara otoritas
internal dan yang ekternal, yaitu antara pejabat swasta dan pejabat pemerintah.
c.
Pengenalan mengenai institusi-institusi
politik yang impersonal, seperti kongres (parlemen), mahkamah agung, dan
pemungutan suara (pemilu).
d.
Perkembangan pembedaan antara
institusi-institusi politik dan mereka yang terlibat dalam aktivitas yang
diasosiasikan dengan institusi-institusi ini.
e.
Suatu penelitian secara khusus telah
dilakukan guna menyelidiki nilai-nilai pengasuhan anak yang dilakukan oleh
berbagai generasi orang tua di Rusia. Nilai-nilai itu adalah sebagai berikut :
f.
Tradisi; terutama agama, tetapi juga
termasuk ikatan-ikatan kekeluargaan dantradisi pada umumnya
g.
Prestasi; ketekunan,
pencapaian/perolehan, ganjaran-ganjaran material mobilitas sosial.
h.
Pribadi; kejujuran, ketulusan,
keadilan, dan kemurahan hati.
i.
Penyesuaian diri; bergaul dengan balk,
menjauhkan diri dari kericuhan, menjaga keamanan dan ketentraman.
j.
Intelektual; belajar dan pengetahuan
sebagai tujuan.
k. Politik;
sikap-sikap, nilai-nilai, dan kepercayaan berkaitan dengan pemerintahan.
Sosialisasi
politik adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan proses
dengan jalan mana orang belajar tentang politik dan mengembangkan orientasi
pada politik. Adapun sarana alat yang dapat dijadikan sebagai
perantara/sarana dalam sosialisasi politik, antara lain :
a.
Keluarga (family)
Wadah penanaman (sosialisasi)
nilai-nilai politik yang paling efisien dan efektif adalah di dalam keluarga.
Di mulai dari keluarga inilah antara orang tua dengan anak, sering terjadi “obrolan”
politik ringan tentang segala hal, sehingga tanpa disadari terjadi tranfer
pengetahuan dan nilai-nilai politik tertentu yang diserap oleh si anak.
b.
Sekolah
Di sekolah
melalui pelajaran civics education (pendidikan kewarganegaraan), siswa
dan gurunya saling bertukar informasi dan berinteraksi dalam membahas
topik-topik tertentu yang mengandung nilai-nilai politik teoritis maupun
praktis. Dengan demikian, siswa telah memperoleh pengetahuan awal tentang
kehidupan berpolitik secara dini dan nilai-nilai politik yang benar dari sudut
pandang akademis.
c.
Partai
Politik
Salah satu
fungsi dari partai politik adalah dapat memainkan peran sebagai sosialisasi
politik. Ini berarti partai politik tersebut setelah merekrut anggota kader
maupun simpati-sannya secara periodik maupun pada saat kampanye, mampu
menanamkan nilai-nilai dan norma-norma dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Partai politik harus mampu menciptakan “image” memperjuangkan
kepentingan umum, agar mendapat dukungan luas dari masyarakat dan senantiasa
dapat memenangkan pemilu.
d. Khusus pada
masyarakat primitif, proses sosialisasi terdapat banyak perbedaan.
Menurut Robert Le Vine yang
telah menyelidiki sosialisasi di kalangan dua suku bangsa di Kenya Barat Daya:
kedua suku bangsa tersebut merupakan kelompok-kelompok yang tidak
tersentralisasi dan sifatnya patriarkis. Mereka mempunyai dasar
penghidupan yang sama dan ditandai ciri karakteristik oleh permusuhan berdarah.
Akan tetapi, suku Neuer pada dasarnya bersifat egaliter (percaya semua orang
sama derajatnya) dan pasif, sedangkan suku Gusii bersifat otoriter dan agresif.
Anak dari masing-masing suku didorong dalam menghayati tradisi mereka
masing-masing.
C.Pentingnya Sosialisasi Pengembangan Budaya Politik
Masalah sentral
sosiologi politik dalam masyarakat berkembang ialah menyangkut perubahan. Hal
ini dilukiskan dengan jelas oleh contoh negara Turki, di mana satu usaha yang
sistematis telah dilakukan untuk mempengaruhi maupun untuk mempermudah
mencocokkan perubahan yang berlangsung sesudah Perang Dunia Pertama. Mustapha Kemal (Kemal Ataturk)
berusaha untuk memodernisasi Turki, tidak hanya secara material, tetapi juga
melalui proses-proses sosialisasi. Contoh yang sama dapat juga dilihat pada negara
Ghana.
Menurut Robert Le Vine, terdapat 3 (tiga)
faktor masalah penting dalam sosialisasi politik pada masyarakat berkembang,
yaitu sebagai berikut :
1.Pertumbuhan
penduduk di negara-negara berkembang dapat melampaui kapasitas mereka untuk “memodernisasi”
keluarga tradisonal lewat industrialisasi dan pendidikan.
2.Sering terdapat
perbedaan yang besar dalam pendidikan dan nilai-nilai tradisional antara
jenis-jenis kelamin, sehingga kaum wanita lebih erat terikat pada nilai
tradisonal. Namun, si Ibu dapat memainkan satu peranan penting pada saat
sosialisasi dini dari anak.
3.Adalah mungkin
pengaruh urbanisasi, yang selalu dianggap sebagai satu kekuatan perkasa
untuk menumbangkan nilai-nilai tradisional. Paling sedikitnya secara parsial
juga terimbangi oleh peralihan dari nilai-nilai ke dalam daerah-daerah
perkotaan, khususnya dengan pembentukan komunitaskomunitas kesukuan dan etnis
di daerah-daerah ini.
D. Peran Serta Budaya Politik Partisipan
1. Pengertian Partisipasi Politik
Pembahasan tentang budaya politik tidak terlepas dari
partisipasi politik warga negara. Partisipasi politik pada dasarnya merupakan
bagian dari budaya politik, karena keberadaan struktur-struktur politik di
dalam masyarakat, seperti partai politik, kelompok kepentingan, kelompok
penekan dan media masa yang kritis dan aktif. Hal ini merupakan satu indikator
adanya keterlibatan rakyat dalam kehidupan politik (partisipan).
Bagi sebagian kalangan, sebenarnya keterlibatan rakyat
dalam proses politik, bukan sekedar pada tataran formulasi bagi
keputusan-keputusan yang dikeluarkan pemerintah atau berupa kebijakan politik,
tetapi terlibat juga dalam implementasinya yaitu ikut mengawasi dan
mengevaluasi implementasi kebijakan tersebut.
Partisipasi Politik adalah
kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam
kehidupan politik, seperti memilih pimpinan negara atau upaya-upaya
mempengaruhi kebijakan pemerintah. Menurut Myron Weiner, terdapat lima penyebab timbulnya gerakan ke arah
partisipasi lebih luas dalam proses politik, yaitu sebagai berikut :
a. Modernisasi
dalam segala bidang kehidupan yang menyebabkan masyarakat makin banyak menuntut
untuk ikut dalam kekuasaan politik.
b. Perubahan-perubahan
struktur kelas sosial. Masalah siapa yang berhak berpartisipasi dan pembuatan
keputusan politik menjadi penting dan mengakibatkan perubahan dalam pola
partisipasi politik.
c.
Pengaruh kaum intelektual dan
kemunikasi masa modern. Ide demokratisasi partisipasi telah menyebar ke
bangsa-bangsa baru sebelum mereka mengembangkan modernisasi dan industrialisasi
yang cukup matang.
d. Konflik antar
kelompok pemimpin politik, jika timbul konflik antar elite, maka yang dicari
adalah dukungan rakyat. Terjadi perjuangan kelas menentang melawan kaum
aristokrat yang menarik kaum buruh dan membantu memperluas hak pilih rakyat.
e. Keterlibatan
pemerintah yang meluas dalam urusan sosial, ekonomi, dan kebudayaan. Meluasnya
ruang lingkup aktivitas pemerintah sering merangsang timbulnya
tuntutan-tuntutan yang terorganisasi akan kesempatan untuk ikut serta dalam
pembuatan keputusan politik.
E. Kon sep Partisipasi
Politik
Dalam ilmu politik, dikenal adanya konsep partisipasi
politik untuk memberi gambaran apa dan bagaimana tentang partisipasi politik.
Dalam perkembangannya, masalah partisipasi politik menjadi begitu penting,
terutama saat mengemukanya tradisi pendekatan behavioral (perilaku) dan Post
Behavioral (pasca tingkah laku). Kajian-kajian partisipasi politik terutama
banyak dilakukan di negara-negara berkembang, yang pada umumnya kondisi
partisipasi politiknya masih dalam tahap pertumbuhan.
Dalam ilmu politik sebenarnya apa yang dimaksud dengan
konsep partisipasi politik ? siapa saja yang terlibat ? apa implikasinya ?
bagaimana bentuk praktik-praktiknya partisipasi politik ? apakah ada tingkatan-tingkatan
dalam partisipasi politik ? beberapa pertanyaan ini merupakan hal-hal mendasar
yang harus dijawab untuk mendapat kejelasan tentang konsep partisipasi politik.
Berdasarkan beberapa defenisi konseptual partisipasi
politik yang dikemukakan beberapa sarjana ilmu politik tersebut, secara
substansial menyatakan bahwa setiap partisipasi politik yang dilakukan
termanifestasikan dalam kegiatan-kegiatan sukarela yang nyata dilakukan, atau
tidak menekankan pada sikap-sikap. Kegiatan partisipasi politik dilakukan oleh
warga negara preman atau masyarakat biasa, sehingga seolah-olah menutup
kemungkinan bagi tindakan-tindakan serupa yang dilakukan oleh non-warga negara
biasa.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Budayapolitikmerupakanperilakusuatumasyarakatdalamkehidupanbernegara,
peneyelenggaraanadministrasinegara.
Tipe-tipebudayapolitik yang berkembangdalammasyarakat Indonesia
ada 3 macam, yaitubudayapolitikparokial, budayapolitikkaulka,
danbudayapolitikpartisipan.
Budayapolitikpartisipanperlu
di sosialisasikankepadasegenaprakyat agar dapatberperansertasecaraaktif.
Budaya politik yang partisipasif adalah budaya politik
yang demokratik, dalam hal ini akan mendukung terbentuknya sebuah sistem
politikyang demokratik dan stabil.
Budaya politik partisipan adalah salah satu jenis budaya
politik bangsa. Dalam budaya politik partisipan, orientasi politik warga
terhadap keseluruhan objek politik, baik umum, input dan output, maupun
pribadinya mendekati satu atau dapat dikatakan tinggi.
B. Saran
Setiap warga
negara dalam kesehariannya hampir selalu bersentuhan dengan aspek – aspek
politik praktis baik yang bersimbol maupun tidak. Dalam proses pelaksanaannya
dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung dengan praktik – praktik
politik. Maka diharapkan kepada warga negara yang berbudaya poitik partisipan
dan berorientasi setia atau mendukung sistem politik nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar