Faktor-faktor
lain yang mempengaruhi perkembangan desa,diantaranya adalah faktor interaksi
(hubungan) dan lokasi desa. Desa-desa yang berdekatan dengan kota akan
mengalami perkembangan yang lebih cepat dibandingkan desa lainnya sebagai
akibat pengaruh kota. Daerah pedesaan diperbatasan kota yang mudah dipengaruhi
oleh tata kehidupan kota disebut dengan urban area atau daerah desa-kota.
Daerah desa-kota juga merupakan sub urban fringe, yaitu suatu area yang
melingkari kota sebagai daerah peralihan antara desa dan kota.
Kaitannya
dengan pembangunan desa-kota, desa memiliki fungsi sebagai
hinterlandatau daerah dukung bagi
daerah kota. Fungsi hinterland antara lain sebagai suatu daerah pemberi bahan
makanan pokok, seperti padi, ketela, jagung, palawija, dan buah-buahan. Selain
itu, desa yang asri dan dengan potensi kein-
dahannya dapat menjadi daya tarik di
sektor industri pariwisata. Sehingga dari sudut potensi ekonomi, desa berfungsi
sebagai lumbung bahan mentah dan tenaga kerja. Oleh karena itu, perhatian
pembangunan desa sudah dimulai di akhir tahun 1990-an. Hal ini merupakan respon
terhadap tahannya sektor pertanian di pedesaan untuk mendudukung pembangunan desa-kota. Misalnya melalui proyek
seperti Poverty Alleviation for Rural Urban Linkages untuk menggerakkan sektor
ekonomi produktif di pedesaan dengan
pendekatan endogenous atau pengembangan kemampuan internal pedesaan. Proyek ini
dilanjutkan menjadi pengembangan proyek Kawasan Pengembangan Ekonomi Lokal yang
mengidentifikasi sektor ekonomi yang dapat menjadi penggerak pertumbuhan
ekonomi terutama di areal yang terpencil.
Keberpihakan
pada pembangunan perdesaan pada masa reformasi ditingkatkan menjadi bagian dari
program pembangunan nasional. Keberpihakan ini dirumuskan secara sektoral,
sebagai pengembangan sektor pertanian, baik pertanian lahan basah dan lahan
kering, dan perikanan yang umumnya berlokasi di perdesaan. Konseptualisasi
pembangunan pedesaan ini terutama dengan program agropolitan. Program
agropolitan yaitu suatu program pengembangan ekonomi sektor pertanian, terutama
pemasaran dan aliran informasi. Program ini bertujuan untuk dapat memberdayakan
petani sebagai produsen sekaligus pemasar produk, sehingga nilai tambah dari
program ini lebih banyak dirasakan oleh petani. Hal ini juga akan berimplikasi
terhadap perkembangan desa-kota. Sedangkan agenda pembangunan pada tingkat
propinsi dan kota atau kabupaten, sebagian besar berkenaan dengan peningkatan
akses pada pelayanan umum sebagai pendukung kesejahteraan rakyat, pengurangan
kesenjangan antardesa, desa-kota dan antar kota.
Program
agropolitan dimulai pada tahun 2002. Pada program ini, Departemen Pertanian
menjadi motor penggeraknya dan melibatkan sekitar delapan departemen dengan pilot
project agropolitan yang ditempatkan di
delapan provinsi yang potential. Kedelapan provinsi tersebut adalah sebagai
berikut.
a. Sumatra Barat (Agam dengan sentra
peternakan),
b. Bengkulu (Kabupaten Rejang Lebong
dengan basis sayuran),
c. Jawa Barat (Kabupaten Cianjur
dengan basis sayuran),
d. Di Yogyakarta (Kabupaten Kulon
Progo dengan basis perkebunan),
e. Bali (Kabupaten Bangli dengan
basis perkebunan),
f. Sulawesi Selatan (Kabupaten Barru
dengan sentra tanaman peternakan),
g. Kalimantan Timur (kabupaten Kutai
Timur berbasis tanaman pangan),
h. Gorontalo (kabupaten Boalemo
berbasis tanaman pangan).
Pada
saat yang sama, telah dibuat Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) yang
sebagian besar lingkup wilayah kerjanya meliputi sebagian areal perikanan dan
kelautan. Areal ini sebagian besar berlokasi di wilayah pesisir, pulau kecil,
dan wilayah perbatasan yang sebagian besar merupakan wilayah pedesaan nelayan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar